Jumat, 07 November 2008

5 Perusak Hati

Hati adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak, rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya dan wajib. Tentang perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara, 'bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong, bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur.'
1. Bergaul dengan banyak kalangan
Pergaulan adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif.
Dalam tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak yang menyesal berat karena salah pergaulan.
Allah berfirman:
"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata, 'Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan: 27-29).
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).
"Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka, dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25).
Inilah pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat. Karena itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah.
2. Larut dalam angan-angan kosong
Angan-angan kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya, khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang sedang mempermainkan bangkai. Angan-angan kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah.
Masing-masing sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangan-kan menjadi raja atau ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta kekayaan melim-pah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya angan-angan belaka.
Adapun orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu daya belaka. Nabi n memuji orang yang bercita-cita terhadap kebaikan.
3. Bergantung kepada selain Allah
Ini adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah.
Jika seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia bergantung kepadanya.
Allah berfirman, artinya:
"Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)
"Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin: 74-75)
Maka orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang hina dan nista.
Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." (Al-Isra': 22)
Terkadang keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang, seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji dan tidak ada yang menolong.
4. Makanan
Makanan perusak ada dua macam.
a) merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.
b) yang diharamkan karena hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina. Kedua , merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.
Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan:"Tidaklah seorang anak Adam memenuhi bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa menegakkan tulang rusuknya.
Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani).
5. Kebanyakan tidur
Banyak tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan.
Segera tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.
Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.
Secara umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari, setelah tenggelamnya matahari.
Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam .

5 Tahap IMAN Manusia

IMAN TAQLID
Iman ikut-ikut atau Iman 'pak turut'.
Orang yang beriman Taqlid, pegangan Islamnya tidak kuat dan prinsip Islamnya tidak kukuh.Dia tidak ada alasan yang kuat mengapa dia beriman.
Dia ada dalil-dalil akal dan Al-Quran/as-Sunnah untuk membuktikan keyakinannya. Mengikut qaul yang lebih jelas, Iman Taqlid ini tidak sah.
Segala amal ibadat orang yang beriman Taqlid adalah tertolak dan tidak mendapat pahala di sisi Allah Taala.
IMAN ILMU
Iman berdasarkan Ilmu. Iaitu seorang yang telah mempelajari tentang Allah, Malaikat2, Rasul2 dan Nabi, Kitab2, hari Qiamat dan lain-lain yang diwajibkan mengimaninya.
Iman dan keyakinannya berasa dan kuat bertunjang pada akal.
Iqtikadnya disertai dengan dalil-dalil yang kuat serta pegangan yang kukuh. Dia tidak mudah goyang atau terpengaruh dengan ideologi lain.
Tetapi orang yang beriman Ilmu, tidak takut akan Allah Taala dan mudah berbuat derhaka kepada-Nya. Mereka juga hanya mampu memperkatakan Islam, tetapi tidak mampu berbuat atau mengamalkannya.
Jadi, Iman Ilmu belum lagi dapat menyelamatkan seseorang itu dari neraka Allah.
IMAN 'AYYAN
Hasil daripada tarbiyah dan mujahadah yang bersungguh-sungguh orang yang beriman Ilmu akan meningkat kepada Iman 'Ayyan. Imannya bertempat di hati, bukan lagi di fikiran.
Hati orang-orang yang beriman 'Ayyan sentiasa mengingati Allah, ibadahnya khusyu' dan ia sentiasa merasa kebesaran Allah Taala. Apabila disebut nama Allah, gementar hatinya.
Semua perintah Allah Taala dipatuhi dengan penuh rela dan kesungguhan. Ia terlalu sensitif dengan dosa serta sangat berakhlak dengan Allah dan manusia.
Setiap ujian dihadapi dengan penuh sabar. Ia juga sentiasa mendapat bantuan dan pertolongan dari Allah Taala.Orang yang berada di peringkat Iman 'Ayyan tidak lama dihisab di Akhirat dan ia mudah masuk Syurga.
IMAN HAQ
Seseorang yang mencapai Iman Haq,mata hatinya melihat Allah Taala.Ertinya setiap kali melihat kejadian dan kebesaran Allah Taala,hati dan fikirannya tertumpu kepada Allah.tersa takut dan hebat kepada Allah setiap masa.
Hatinya tidak lekang mengingati Allah dan sentiasa karam serta khusyu' dalam kesyahduan cinta pada Rabb. Hatinya tidak terpaut dengan dunia dan ia tidak dapat dilalaikan oleh nafsu mahupun Iblis laknatullah.
Mereka yang beriman 'Ayyan digelar Muqarrobin oleh Allah Taala,yakni orang yang hampir dengan-Nya.
IMAN HAKIKAT
Inilah peringkat iman yang paling sempurna dan tertinggi yang dimiliki oleh Rasul2, Nabi2, khulafa' ar-Rasyideen serta wali-wali besar. Mereka akan ditempatkan oleh Allah Taala di dalam Syurga yang paling tinggi.
Hidup mereka setiap masa asyik dangan ibadah.Ibadah mereka cukup hebat, solat sunat paling kurang 300 rakaat sehari semalam.Budi serta akhlak adalah yang terbaik dan paling terpuji.Allah Taala akan menurunkan barakah di mana sahaja mereka berada.Mereka digelar golongan 'superscale' Akhirat.
Hidup dalam Syurga yang maha Indah lagi maha lazat.Allah mengurniakan yang sedemikian itu sebagai membalas cinta dan pengorbanan hakiki yang cukup besar semata-mata kerana Allah !
Di manakah tahap keimanan kita ?
Sama-samalah kita sentiasa memuhasabah diri serta mempertingkatkan keimanan kita dengan mengerjakan amalan kebaikan dengan bersungguh-sungguh, iltizam dan istiqomah.
Berbahagialah dengan berita gembira dari Allah Taala dalam surah Ali Imran, ayat 139 : Maksud :Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah(pula) kamu bersedih hati,padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi(darjatnya) jika kamu orang-orang yang beriman.

Bagaimana Syaitan Memasuki Hati Manusia

1. Terlalu cintakan kepada dunia sedangkan kehidupan di akhirat tiada langsung di dalam hatinya, baginya kehidupan hanya sekali sahaja iaitu di dunia.

2. Terlalu melayan perasaan dan panjang angan-angan kerana sifat ini akan mengeraskan hati.¨ Terlalu rakus kepada kehidupan dunia kerana ia akan membuahkan sifat tamak.

3. Bakhil dengan apa yang dimiliki dan yang diperolehinya kerana ia merupakan pintu kepada kesombongan.

4. Riya’, besar diri dan anggkuh kerana ia merupakan punca kepada sifat kemunafikan.¨ Ujub dan sombong.

4. Sentiasa menyimpan perasaan buruk sangka terhadap orang lain dan berdendam.

5. Memandang remeh akan dosa-dosa kecil kerana ia akan mendorongkan lagi manusia berterusan dalam melakukan dosa kecil dikira sebagai melakukan dosa besar.

6. Merasa suka dan gembira bila mendapat sesuatu musibah atau azab dari Allah.

7. Memandang rendah kepada orang lain kerana sifat ini merupakan tapak bercambahnya sifat dengki dan membuka pintu kebencian.

8. Bodoh diatas setiap tindakan dan perbuatan tetapi tidak pula menyedari akan kebodohannya itu sebaliknya merasakan dirinya sentiasa betul.

9. Suka kepada pujian dan sanjungan kerana ia merupakan punca timbulnya sifat besar diri dan sombong.

10. Ketika sedang marah kerana marah itu merupakan bara api dari neraka.

11. Putus asa dengan rahmat Allah, sifat ini akan membuatkan seseorang merasakan dunia yang begitu luas ini terlalu sempit baginya, oleh kerana terlalu kecewa ia sanggup melakukan apa saja.

Gejala-Gejala Penyakit Rohani

PENGERTIAN ROHANI Perkataan rohani dalam bahasa Malaysia sering dikaitkan dengan : hati, kalbu, jiwa, mental, fikiran dan sebagainya yang mewujudkan sebagai suatu unsur peribadi manusia yang paling unik yang tidak dapat dilihat oleh pancaindera. Tetapi gejala dalam kerjanya dapat dirasakan. Gejala itu misalnya: menangkap dan menyimpan pengertian, mengingat, berfikir, berkemahuan, rindu, sedih, gembira dan sebagainya.
Imam Ghazali dalam kitab Ihyaulumiddin menerangkan bahawa roh itu ada dua makna. Pertama berupa jenis yang halus dan bersumber dari rongga hati jasmani dengan perantaraan otot-otot dan urat yang bermacam-macam tersebar ke seluruh bahagian-bahagian badan. Kedua, ianya berupa sifat halus pada manusia yang dapat mengetahui sesuatu dan dapat menangkap segala pengertian. Banyak pengertian yang dikemukakan mengenai jiwa namun begitu belum ada yang dianggap memuaskan.
Keterangan tentang adanya penyakit rohani itu dikemukakan di dalam Al-Quran antaranya: Firman Allah yang bermaksud: ‘Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah tambah penyakit mereka dan adalah bagi mereka siksaan yang pedih dengan sebab apa-apa yang mereka dustakan’. (Q.S. Al-Baqarah, ayat 10)
LEMAH DAYA KERJA
Jika seseorang itu sihat rohaninya ia akan memiliki kemampuan beramal yang tinggi, ghairah bekerja dan bersemangat untuk maju dalam kebaikan. Sebetulnya orang yang mengidap penyakit rohani akan nampak kemundurannya dalam kemampuan bekerja, hilang ghairah dan semangatnya untuk maju. Yang menonjol hanyalah kelemahan dan kemalasan.
TUMPUL FIKIRANNYA
Orang yang sihat rohaninya mudah menangkap kebenaran, hatinya selalu dipancari (nur)kebenaran. Adapun orang yang sakit rohaninya terlihat adanya kebodohan, kelemahan dalam berfikir sehingga susah menerima kebenaran.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: Ertinya : ‘Tidakkah mereka mahu berjalan di muka bumi, supaya ada bagi mereka hati yang mereka boleh mengerti dengannya, atau telinga yang boleh mendengar dengannya. Sesungguhnya bukan penglihatan yang buta tetapi hati mereka yang ada di dalam dada itulah yang buta’. (Q.S. Al-Haj, ayat 46)
Mereka begitu susah menangkap kebenaran, sekalipun dengan perbandingan dan perumpamaan sahaja. Dalam hati mereka terdapat kotoran yang menutup mata hatinya.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : ‘Dan sesungguhnya Kami telah sediakan neraka Jahannam terhadap sejumlah jin dan manusia. Mereka yang mempunyai hati tetapi tidak mahu mengerti dengannya dan mempunyai mata tetapi tidak mahu melihat dengannya dan mempunyai telinga tetapi tidak mahu mendengar dengannya. Mereka itu seperti binatang, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang yang lalai’.
PENDANGKALAN RASA
Orang yang sihat rohaninya ialah orang yang begitu terkesan apabila mendapat nikmat dan rahmat Allah yang diterimanya dengan penuh syukur. Adapun bagi orang yang tidak pandai bersyukur dengan nikmat Allah dianggap sebagai memiliki perasaan dangkal dan kelemahan zauq. Pendangkalan rasa terhadap nikmat Allah itu dapat dipandang sebagai gejala penyakit rohani.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: ‘Apabila kesukaran menimpa manusia, mereka seru Tuhan dalam keadaan berserah diri kepadaNya, kemudian apabila ia rasakan kepada mereka rahmat daripadaNya, tiba-tiba segolongan daripada mereka menyekutukan Tuhan mereka.’ (Q.S. Rum, ayat 33)
GELISAH DAN KELUH KESAH
Orang yang sihat rohaninya, terdapat ketenangan pada air mukanya. Sebaliknya orang yang mengalami gangguan penyakit rohani, terdampar pula melalui sikapnya yang diliputi kegelisahan dan keluh kesah. Kegelisahan dan keluh kesah itulah yang merupakan pencerminan daripada ketidakstabilan mental.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : ‘Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat gelisah. Apabila bahaya mendatangani dia keluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan amatlah kedekutnya. Kecuali orang yang mengerjakan sembahyang. Yakni mereka yang tetap dalam sembahyangnya’. (Al-Maarij, ayat 19-23)
LIAR TERHADAP KEBENARAN
Salah satu daripada tanda ketenangan jiwa ialah kecenderungan mencari dan menerima kebenaran dan menolak kebatilan. Fikirannya tenang dan sentiasa mempertimbangkan sesuatu itu dengan baik. Sebaliknya orang yang liar terhadap kebenaran dan tidak senang mendengarkan mutiara-mutiara hikmah dapat dipandang sebagai orang yang terkena penyakit rohani.
Allah s.w.t. berfirman yang ertinya: ‘Apakah di dalam hati mereka ada penyakit, atau mereka ragu ataupun mereka khuatir kalau-kalau Allah dan RasulNya menganiaya mereka. Tidak! Bahkan mereka itulah orang yang zalim. (Q.S. An-Nur, ayat 50)
BURUK SANGKA
Salah satu daripada tanda penyakit rohani ialah prasangka-prasangka yang buruk, antara lain anggapan yang bukan-bukan terhadap Allah dan RasulNya. Firman Allah yang bermaksud: ‘Dan ingatlah ketika orang munafik dan orang yang dihatinya ada penyakit berkata: ‘Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kita melainkan tipuan.’ (Al-Ahzab, ayat 12)
Selain mempunyai prasangka yang buruk terhadap Allah dan RasulNya, ia juga mempunyai prasangka yang buruk dan suka curiga terhadap orang lain tanpa alasan. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: ‘Wahai orang yang beriman, tinggalkanlah sebahagian besar daripada sangka-sangka, kerana sebahagian daripada sangka-sangka itu dosa.’ (Q.S. Al-Hujarat, ayat 12)
SUKA MENGHASUT (FITNAH)
Jika orang yang sihat rohaninya selalu rindukan ketenangan, kedamaian dan ketenteraman, sebaliknya orang yang berpenyakit rohani kadangkala suka menghasut dan menimbulkan pergaduhan dan keributan. Sebab itulah sikap suka menghasut dan menimbulkan kegemparan di dalam masyarakat dapat dipandang sebagai penyakit rohani.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: ‘Sesungguhnya kalau orang munafik dan mereka yang dihatinya ada penyakit dan penggempar-penggempar (penghasut-penghasut) di Madinah tidak menghentikan (kegiatannya) sudah tentu kami akan perintahkan engkau menyerang mereka, kemudian mereka tiada dapat tinggal berjiran dengan engkau kecuali sementara waktu saja.’ (Q.S. Al-Ahzab, ayat 60)
MENARUH HATI TERHADAP WANITA YANG SUDAH BERSUAMI
Salah satu gejala daripada ketidak-normalan jiwa ialah sikap menaruh hati dan berkeinginan terhadap wanita-wanita yang sudah mempunyai suami. Kerana itulah, maka Allah memberi nasihat kepada isteri-isteri Nabi s.a.w.
Firman Allah s.w.t. bermaksud: ‘Hai isteri-isteri Nabi! Kamu tidak sama dengan seorangpun dari wanita-wanita lain jika kamu berbakti. Maka janganlah kamu berlembut kata (kepada lelaki lain), kerana akan menaruh harapan (akan timbul keinginan) orang yang hatinya ada penyakit melainkan ucapkanlah perkataan yang sopan.’ (Q.S. Al-Ahzab, ayat 32)
Di antara ahli tafsir ada yang mentafsirkan pengertian penyakit dalam ayat tersebut sebagai syahwat zina. Keterangan ini logik kerana orang yang normal fikirannya tentu dapat membezakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram. Adapun orang cenderung kepada hal-hal yang tidak wajar dan menyimpang dari nilai-nilai moral maka ia dipandang sebagai kelakuan yang tidak normal.
KEROSAKAN YANG DITIMBULKAN OLEH PENYAKIT ROHANI
Setiap orang merasakan dan mengetahui betapa buruknya akibat-akibat penyakit jasmani yang menimpa seseorang. Tetapi penyakit rohani sebenarnya mempunyai akibat-akibat buruk yang lebih serius daripada penyakit jasmani. Antaranya ialah:
1. MENGGANGGU KETENANGAN
Orang yang berpenyakit rohani tidak akan dapat menikmati ketenangan hidup. Hal ini bererti mencelakakan dan meruntuhkan kebahagian. Hanya orang yang sihat rohani sajalah yang dapat menikmati ketenangan dan kebahagiaan.
2. MENJAUHKAN DIRI DARI TUHAN
Penyakit rohani dalam istilah lain disebut ghibah, sifat buruk, muhlikat, sifat buruk yang merosakkan atau ahlqul mazmunah yakni akhlak yang tercela. Sifat dan sikap mental yang demikian amat tidak diredai oleh Allah dan diperhitungkan sebagai dosa; misalnya munafik, iri hati, sombong, dan lain-lainnya. Dengan demikian memiliki sifat dan sikap tersebut bererti membuat diri dimurkai dan kian jauh dari Tuhan.
3. MELUMPUHKAN DAYA KERJA
Jika orang yang sihat rohaninya dia akan dapat bekerja dengan tekun dan beramal kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya sebagai bakti kepada Allah dan ihsan kepada sesama manusia. Sebaliknya orang yang berpenyakit rohani, daya kerjanya lumpuh dan tidak sanggup melakukan sesuatu yang penting dan bernilai dalam pembangunan. Jika seseorang hanya pandai merosak tetapi tidak pandai membangun maka dapatlah dipandang orang itu sebagai sampah masyarakat bahkan lebih buruk daripada sampah.
4. MEROSAKKAN JASMANI
Ahli-ahli di bidang kesihatan pada umumnya sependapat bahawa penyakit-penyakit rohani mengakibatkan berlakunya kerosakan pada jantung, tekanan darah, saraf, paru-paru dan sebagainya. Gangguan mental menyebabkan orang merasa tidak enak makan, dan tidak dapat tidur. Apabila penyakit rohani itu berlarutan tanpa ada usaha pengubatan dan pencegahan, maka akan membahayakan dirinya sendiri mahupun bagi orang lain.
Apabila penyakit itu kian bertambah berat, sehingga ke tahap membahayakan orang lain serta tidak dapat lagi memahami kenyataan-kenyataan hidup maka orang itu pasti terkena tekanan penyakit gila atau janun.

Tahap Ketenangan Hati

SEJAK zaman Rasulullah s.a.w, malah sejak awal sejarah manusia, Allah menjadikan hati hamba-hamb-Nya yang menerima Islam tenang tenteram dengan menurunkan berita gembira (busyra) melalui wahyu. Sebenarnya kedatangan para rasul bersama dengan agama Allah itu membawa berita gembira, membawa kesejahateraan, kepada umat manusia.
Antara kandungan berita gembira itu ialah tentang janji (wa'ad) Allah akan memberi ganjaran pahala yang berlipat ganda dan balasan syurga kepada hamba-hamba-Nya yang taat, tentang darjat kemuliaan yang tinggi dan kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat dan tentang sifat-sifat kemurahan, keampunan, keluasan rahmat dan limpah kurnia Allah 'Azza wa Jall yang tidak terhingga ke atas hamba-hamba-Nya. Penyampaian berita gembira itu adalah untuk mencetuskan rasa harapan (raja`) atau rasa optimis di kalangan umat Islam.
Akan tetapi perlu diketahui, di samping berita gembira itu, disampaikan juga berita sebaliknya yang mengandungi ancaman atau amaran (indzar) tentang janji (wa'id) Allah dalam hal pembalasan azab neraka untuk mencetuskan rasa bimbang dan takut (khauf) atau rasa pesimis di hati para hamba Allah.
Dengan yang demikian, hati umat Islam akan sentiasa di dalam keseimbangan antara dua pengalaman rasa hati tersebut rasa optimis dan pesimis. Yakni, tidak terlalu optimistik yang menyebabkan mereka lupa daratan dan tidak terlalu pesimistik yang mengakibatkan mereka kecewa atau putus asa.
Hal keseimbangan atau kesederhanaan dalam melayani kedua-dua pengalaman rasa itu amat penting untuk manusia mempertahankan ketenangan hati rohaniah mereka.
Justeru, para rasul diutuskan oleh Allah untuk menyampaikan berita gembira dan amaran tersebut kepada manusia. Allah berfirman, maksudnya : Dan tidaklah Kami utuskan para rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira (mubasysyirin) dan sebagai pemberi amaran (mundzirin). (al-Kahfi : 56).
Sebagai contoh, dalam ayat berikut (dan ayat-ayat lain selepasnya yang berkaitan) terdapat kedua-dua unsur berita tersebut, iaitu unsur amaran dan unsur berita gembira. Perhatikan : Katakanlah, sesungguhnya Allah menyesatkan sesiapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuki ke jalan-Nya kepada orang-orang yang bertaubat. (al-Ra'd : 27).
Allah swt memerintah Rasul-Nya agar menyampaikan berita gembira, khususnya kepada hamba-hamba pilihan-Nya sebagai-mana yang tersebut dalam ayat berikut : Dan sampaikanlah khabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah, iaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah bergementarlah hati mereka; orang-orang yang sabar terhadap apa (musibat) yang menimpa mereka; orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang menafkahkan (mengeluarkan zakat/sedekah) sebahagian daripada apa yang Kami rezeikan kepada mereka. (al-Hajj : 35).
Berdasarkan ayat di atas, selain mendapat ketenangan hati rohaniah melalui berita gembira, hamba Allah berpeluang menempah ketenangan hati rohaniah melalui amal ibadat kepada Allah (ibadat zahir dan batin, ibadat yang wajib dan yang sunat) yang dikerjakan dengan penuh keikhlasan (semata-mata kerana Allah).
Antara amalan sunat untuk mendapat ketenangan jiwa (hati rohaniah) itu ialah zikrullah (menyebut dan mengingati Allah). Allah berfirman, maksudnya: Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah, hati menjadi aman tenteram! (al-Rad : 28).
Dan firman-Nya lagi : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, iaitu kitab (al-Quran) yang serupa lagi berulang-ulang, bergementarlah kerananya kulit orang-orang takut kepada Tuhan mereka. Kemudian menjadi tenang kulit dan kalbu mereka sewaktu mengingati (janji) Allah. (al-Zumar : 23).
Dalam ayat di atas terdapat isyarat tentang keseimbangan antara khauf dan raja` (rajak)_dua unsur pengalaman rasa hati yang tersebut. Sebaik-baik lafaz zikir_selain zikir yang dimaksudkan dengan "mengingati Allah / janji Allah"_ialah kalimah tauhid / kalimah takwa (kalimatul-taqwa) atau kalimah syahadah.
Diriwayatkan : Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya mendapat kemenanganlah sesiapa yang mengucapkan kalimah 'La ilaha illallah'.
Ketenangan dan keteguhan hati rohaniah atau kemantapam iman, termasuk takwa dan sebagainya itu merupakan kurniaan Allah yang berkaitan dengan nikmat yang disebut petunjuk atau hidayah, iaitu satu nikmat paling besar daripada Allâh "Azza wa Jall kepada hamba-hamba pilihan-Nya.
Antara manusia pilihan Allah yang diberi petunjuk ialah para rasul, anbia, aulia, orang-orang yang berilmu (ulamak), orang-orang beriman (mukminun/mukminat) dan orang-orang bertaubat.
Allah berfirman, maksudnya: Dan, sesungguhnya Allah adalah Petunjuk ke jalan yang lurus kepada orang-orang yang beriman. (al-Hajj : 54).
Dan barang siap yang beriman kepada Allah, nescaya Dia memberi petunjuk kepada hatinya. (al-Taghâbun : 11).
Nikmat hidayah tersebut menjadi pokok atau asas utama dalam perkembangan hati rohaniah. Tanpa hidayah, hati itu menjadi kosong dan akan segera dipenuhi oleh jerbu kesesatan dan kelalaian. Allah berfirman, maksudnya : Sesiapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa dan sesiapa yang disesatkan-Nya, maka engkau tidak dapati seorang pun pemimpin yang memberi petunjuk kepadanya. (al-Kahfi : 17)
Orang-orang yang beriman, di samping diberi petunjuk, diturunkan pula ketenteraman ke dalam kalbu mereka agar bertambah lagi keimanan mereka, sebagaimana firman-Nya yang bermaksud : Dialah (Allah) yang telah menurunkan ketenangan (iman) ke dalam kalbu orang-orang yang beriman supaya mereka menamabahkan lagi keimanan di samping keimanan mereka. (al-Fath : 4).
Ternyatalah, kemantapan iman adalah menjadi asas bagi ketenangan hati rohaniah. Ketenangan hati rohaniah ini bertimbal balik pula dengan keteguhan hati rohaniah dan kemantapan iman itu.
Tahap-tahap pencapaian dalam laluan ke puncak ketenangan hati rohaniah banyak dan pernah dibincangkan dengan panjang lebar. Antara pengalaman-pengalaman lahir dan batin yang perlu ditempuh dan dikuasai terlebih dulu sebelum menakluki puncak ketenangan hati rohaniah itu ialah : Iman, ilmu, takwa, rajak, khauf, taubat, ibadat dan zikrullah.
Wallahu a'lam

Ketenangan Hati

Ketenangan hati ialah satu perkara yang sangat penting. Tidak mungkin ada seorang manusia walau apa pun latar belakang agama, budaya dan pemikiran yang tidak bersetuju bahawa ketenangan hati dan ketenteraman jiwa ialah satu perkara paling penting bagi seseorang manusia. Mungkin mereka berbeza dari segi cara untuk mencapai ketenangan hati, ketenteraman jiwa dan keheningan rohani, tetapi mereka tetap bersetuju bahawa perkara ini adalah satu perkara yang maha kritikal bagi setiap insan.
Keutuhan atau kemantapan emosi berkait rapat dengan keheningan spiritual dan kemantapan minda. Seseorang yang pemikirannya meyakini bahawa dirinya adalah berasal daripada suatu ketidaksengajaan biologi berevolusi daripada monyet kepada manusia, tentunya tidak sama dalam menghadapi kejadian hidup ini dengan seorang yang berkeyakinan bahawa insan adalah ciptaan Tuhan yang paling baik, dan di sana Tuhan tetap berperanan di dalam setiap gerak hukum apa yang berlaku di bumi mahupun di langit. Dan Tuhan bukan sahaja berurusan dengan manusia, tetapi setiap atom dan molekul yang ada di atas muka bumi ini, antara langit dan bumi ini serta apa yang ada di atas langit yang tujuh ini; semuanya adalah milik mutlak Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi berdasarkan ketetapan ilmu-Nya dan izin-Nya.
Dan seorang yang menjalani hidup dengan hanya melihat bahawa Tuhan ialah Tuhan dan aku ialah aku; sama sekali tidak sama dengan seseorang yang hidup di atas muka bumi ini dengan mengenal Tuhan ialah satu-satunya Tuhan, dan aku ialah hamba ciptaan-Nya; menyelami hakikat rasa hina seorang hamba dijalin dengan rasa mulia menjadi hamba kepada Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Agung. Seseorang yang menyedari bahawa sentiasa ada di sana satu Kudrat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta Yang Sentiasa Berkata, Wahai hamba-Ku, mintalah kepada-Ku, akan Ku penuhi segala permintaan kamu! tentulah tidak sama dengan seseorang yang hanya melihat hidup ini hanyalah antara aku dan kemampuanku!
Seorang anak kecil akan merasa selamat dan tenang apabila berada di sisi ibu dan bapanya. Bukan sekali kita melihat senario seorang kanak-kanak yang menangis kerana terpisah daripada ibu dan bapanya semasa membeli belah di pasaraya. Kenapa? Adakah kerana fizikalnya tercedera? Tentu tidak, tetapi `ketenteraman' dan `ketenangan hatinyalah' yang tercedera. Dan kita dapat lihat bagaimana seorang anak kecil yang menangis kerana lututnya berdarah lantaran jatuh; berhenti menangis hanya kerana si ibu berkata, ``Dah, jangan menangis sikit je tu! Nanti ibu sapukan ubat!'' Adakah dengan berkata demikian, sakit luka yang dirasainya sudah hilang? Tidak! Sakit luka di lututnya masih terasa, tetapi tangisannya terhenti kerana rasa `sakit' pada jiwa dan emosinya telah pun diubati dan telah hilang diganti dengan rasa tenteram, kerana anak itu yakin, ibunya memahami `penderitaannya' dan ibunya `mampu' mengubati luka di lututnya dengan ubat yang akan disapu nanti. Ini menunjukkan, ketenteraman hati dan ketenangan hidup adalah satu kuasa maha ajaib yang sangat diperlukan dalam hidup seorang manusia. Dan adalah satu hukum serta prinsip alam, seseorang itu akan merasa aman dan tenang apabila mengetahui dan merasa bahawa di sana adanya satu `kuasa' yang mampu mengatasi segala kebimbangan dan rasa terancam yang ada.
Seorang yang genius sekalipun, tanpa kemantapan dan kecemerlangan emosi pasti tidak dapat menggunakan kegeniusan dan ketinggian IQ-nya dengan betul jika jiwanya sentiasa bercelaru dan dan tidak mantap. Kecemerlangan dan kemantapan jiwa inilah yang disebut sebagai EQ. Tetapi seseorang yang mantap EQ-nya, walaupun dia hanya seorang yang buta huruf dan bekerja di sawah bendang, tetapi dengan ketenangan jiwa yang dimilikinya, ia dapat menghadapi hidup dan segala masalah hidup ini dengan penuh ketenangan dan ketertiban. Malahan, seringkali terlontar daripada patah bicaranya, perkataan-perkataan yang bersifat `teraputik' yang mampu menyegarkan kerengsaan jiwa dan kegersangan emosi.
Kekuatan rohaniah (SQ) akan menjadi penjana EQ yang kental, dan EQ yang ada akan menyempurnakan IQ seseorang walau pada tahap manapun IQ-nya berada. Bukan semua orang dapat menjadi pandai tetapi semua orang boleh menjadi bijaksana. Allah, Tuhan yang telah menciptakan manusia malah seluruh alam ini telah menyatakan sebagai satu prinsip, Bukankah dengan berzikir kepada Allah itu, hati akan menjadi tenang? (Ar-Ra'd: 28). Berzikir di sini membawa maksud yang luas, iaitu kita dapat menyebut dan mengingat Allah, merasakan kehadiran-Nya dan merasa keagungan-Nya di dalam setiap masa dan keadaan. Mana mungkin seseorang yang melihat Tuhan itu - dengan segala kebesaran dan kekuasaan-Nya - berada begitu hampir dengan dirinya, masih boleh merasa tidak tenteram dan aman?
Mereka yang benar-benar membina kekuatan dan `nur' kerohanian yang jernih, pasti akan mampu merasa ketenangan hidup dan kekentalan serta keharmonian emosi. Tuhan berfirman, Dialah yang menurunkan `sakinah' ke dalam hati orang-orang yang beriman! (Al-Fath: 4). Erti `sakinah' ialah ketenangan yang tetap.
Jika demikian, sudah tentu di dalam apa yang diperintah-Nya itu, ada alat-alat untuk membolehkan kita membawa dan membina ketenangan hati ini, seperti amalan zikrullah, solat, tafakkur, amalan doa, wuduk dan lain-lain lagi. Semoga hati kita tidak `buta' daripada melihat dan merasai kebesaran Allah, Tuhan seru sekalian alam ini. Sesungguhnya Dia-lah Allah, Zat Tunggal Maha Pencipta!

Lima Tanda Hati Keras Membatu

Hati adalah sumber ilham dan pertimbangan, tempat lahirnya cinta dan benci, keimanan dan kekufuran, taubat dan sikap degil, ketenangan dan kebimbangan. Hati juga sumber kebahagiaan jika kita mampu membersihkannya namun sebaliknya ia merupakan sumber bencana jika kita gemar menodainya. Aktiviti yang dilakukan sering berpunca daripada lurus atau bengkoknya hati. Abu Hurairah r.a. berkata, "Hati adalah raja, sedangkan anggota badan adalah tentera. Jika raja itu baik, maka akan baik pula lah tenteranya.. Jika raja itu buruk, maka akan buruk pula tenteranya".
Hati yang keras mempunyai tanda-tanda yang boleh dikenali, di antara yang terpenting adalah seperti berikut:
1. Malas melakukan ketaatan dan amal kebajikan
Terutama malas untuk melaksanakan ibadah, malah mungkin memandang ringan. Misalnya tidak serius dalam menunaikan solat, atau berasa berat dan enggan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah. Allah telah menyifatkan kaum munafikin dalam firman-Nya yang bermaksud, "Dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan." (Surah At-Taubah, ayat 54)
2. Tidak berasa gerun dengan ayat al-Quran
Ketika disampaikan ayat-ayat yang berkenaan dengan janji dan ancaman Allah, hatinya tidak terpengaruh sama sekali, tidak mahu khusyuk atau tunduk, dan juga lalai daripada membaca al-Quran serta mendengarkannya. Bahkan enggan dan berpaling daripadanya. Sedangkan Allah S.W.T memberi ingatan yang ertinya, "Maka beri peringatanlah dengan al-Quran orang yang takut dengan ancaman Ku." (Surah Al-Qaf, ayat 45)
3. Berlebihan mencintai dunia dan melupakan akhirat
Segala keinginannya tertumpu untuk urusan dunia semata-mata. Segala sesuatu ditimbang dari segi keperluan dunia. Cinta, benci dan hubungan sesama manusia hanya untuk urusan dunia sahaja. Penghujungnya jadilah dia seorang yang dengki, ego dan individulistik, bakhil serta tamak terhadap dunia.
4. Kurang mengagungkan Allah
Sehingga hilang rasa cemburu dalam hati, kekuatan iman menjadi lemah, tidak marah ketika larangan Allah dilecehkan orang. Tidak mengamal yang makruf serta tidak peduli terhadap segala kemaksiatan dan dosa.
5. Tidak belajar dengan Ayat Kauniah
Tidak terpengaruh dengan peristiwa-peristiwa yang dapat memberi pengajaran, seperti kematian, sakit, bencana dan seumpamanya. Dia memandang kematian atau orang yang sedang diusung ke kubur sebagai perkara biasa, padahal cukuplah kematian itu sebagai nasihat. "Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahawa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pel ajaran?" (Surah At-Taubah, ayat 126)

Hati Tempat Jatuh Pandangan Tuhan

Di zaman Nabi Musa a.s. ada seorang hamba Allah yang kerjanya mencuri. Sudah 40 tahun dia mencuri. Suatu hari, dia terlihat Nabi Musa a.s. sedang berjalan. Terlintas di hatinya untuk berjalan bersama Nabi Musa a.s.
Katanya’ “ Kalau aku dapat berjalan bersama Nabi Musa, mudah-mudahan ada juga berkatnya untuk aku.”
Tetapi setelah difikirkannya semula, dia tidak jadi melangsungkan niatnya itu. Dia berkata, “Aku ini pencuri. Manalah layak pencuri macam aku ini berjalan bersama seorang nabi.” Sejurus kemudian, dia terlihat pula seorang abid berlari-lari anak mengejar Nabi Musa a.s. dari belakang.
Si abid ini telah beribadah secara istiqamah selama 40 tahun dan dikenali orang. Si pencuri itu berkata di dalam hatinya, “Baik aku berjalan bersama di abid ini. Moga-moga ada juga baiknya untuk aku.”
Lantas si pencuri menghampiri si abid dan meminta kebenaran untuk berjalan bersamanya. Apabila ternampak sahaja si pencuri, si abid terkejut dan terus merasa takut. Dia berkata di dalam hatinya, “Celaka aku! Kalau si pencuri ini berjalan bersama aku, takut-takut nanti rosak segala kebaikan dan amalanku.”
Si abid terus berlari laju supaya si pencuri tidak dapat ikut. Si pencuri tadi terus mengikut si abid kerana hendak berjalan bersamanya. Akhirnya kedua-dua mereka sampai serentak kepada Nabi Musa a.s.
Nabi Musa a.s. terus berpaling dan bersabda kepada mereka berdua, “ Aku baru sahaja mendapat wahyu dari Allah Taala supaya memberitahu kamu berdua bahawa segala amalan kamu telah dimansuhkan oleh Allah.” Maka terkejutlah si abid dan si pencuri tadi. Berbahagialah si pencuri kerana segala dosanya mencuri selama 40 tahun telah diampunkan oleh Allah. Celaka dan dukacitalah si abid kerana segala amalan dan ibadahnya selama 40 tahun telah ditolak dan tidak diterima oleh Allah.
Rupa-rupanya si pencuri itu, walaupun kerjanya mencuri, dia tidak suka akan perbuatannya itu. Dia miskin dan tanggungannya banyak. Masyarakat ketika itu sudah rosak dan orang kaya enggan membantu fakir miskin. Dia mencuri kerana terpaksa. Oleh itu, setiap kali dia mencuri, dia amat merasa bersalah dan berdosa. Jiwanya terseksa dan menderita. Selama 40 tahun dia menanggung rasa berdosa itu dan selama itu juga jiwanya parah menanggung derita. Selama 40 tahun hatinya merintih meminta belas kasihan, keampunan dan mengharapkan kasih sayang Tuhan.
Si abid pula, amat yakin ibadahnya mampu menyelamatkannya. Dia yakin ibadahnya akan dapat membeli Syurga. Setiap kali dia beribadah, dia rasa dirinya bertambah baik. Setiap kali dia beribadah, dia rasa dirinya bertambah mulia. Selama 40 tahun si abid ini mendidik hatinya supaya merasa lebih baik dan lebih mulia setiap kali dia membuat ibadah. Hingga dia rasa tidak layak bergaul, inikan pula berjalan bersama orang yang hina dan berdosa. Dia rasa dia hanya layak berjalan bersama para Nabi.
Maha Suci Allah yang mengetahui segala isi hati manusia. Yang tidak melihat akan amalan-amalan lahir tetapi apa yang ada di dalam hati. Yang menilai hamba-Nya mengikut apa yang termampu oleh hamba-Nya dan tidak lebih dari itu. Yang menguji manusia dengan kesusahan dan nikmat untuk mengetahui siapa di kalangan hamba-hamba-Nya yang benar-benar berjiwa hamba dan merasa bahawa Allah itu Tuhannya.

Taubat Orang Jahil Tetap Diterima Oleh Allah

ISLAM tidak menutup pintu kepada umatnya yang bersalah, jika mereka mahu kembali kepada kebenaran dengan membersihkan diri dengan bertaubat. Malah, Islam membuka seluas-luasnya dan menggalakkan mereka berbuat demikian. Galakan diberikan setinggi-tingginya kepada mereka sehingga Allah meletakkan sebagai tanggungjawab-Nya untuk menerima taubat yang datang daripada hati tulus ikhlas. Hal ini kurniaan yang tiada tolok bandingnya bagi orang Islam. Sekali gus, menunjukkan bahawa sesungguhnya Allah Maha Pengampun.
Allah mengurniakan kepada hamba-Nya yang lemah peluang untuk kembali ke barisan yang suci. Dia tidak menyingkirkan mereka buat selama-lamanya seandainya hamba-Nya mempunyai keinginan untuk mendapat perlindungan yang abadi di sisi-Nya.
Firman Allah bermaksud: “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Surah al-Nisa’, ayat 17)
Ayat di atas menjelaskan bahawa Allah menerima taubat orang yang melakukan perbuatan keji kerana kebodohannya. Kemudian mereka bertaubat walaupun malaikat telah bersedia untuk mencabut rohnya sebelum sampai ke tenggoroknya.
Mujahid berkata: “Setiap orang yang melakukan maksiat kepada Allah, baik keliru atau sengaja, bererti dia bodoh hingga menghindari dosa itu.”
Abdul Razaq berkata: “Ma'mar telah khabarkan kepada kami daripada Qatadah, dia berkata: Sahabat Rasulullah SAW sepakat mengatakan bahawa setiap orang yang melakukan maksiat kepada Allah, maka bererti dia jahil, baik sengaja atau tidak.”
Mufassirin juga bersepakat berpendapat yang dimaksudkan dengan kejahilan adalah kesesatan dari jalan hidayah sama ada panjang atau pendek masanya, selagi tidak berterusan sehingga roh sampai ke halkum.
Begitu pun, bagi mereka yang mengetahui atau sedar mengenai kesalahan perbuatan yang dilakukan, mereka dilarang mengulanginya.
Rasulullah menempelak mereka yang melakukan kejahatan terus menerus, sedangkan mereka mengetahui kejahatan yang dilakukannya. Sepatutnya, mereka meminta keampunan kepada Allah di atas kesilapan pertamanya tanpa mengulangi kesalahan itu.
Imam Ahmad meriwayatkan daripada Abdullah b Amr, daripada Nabi ketika Baginda sedang berada di atas mimbar, Rasulullah bersabda bermaksud: “Berilah kasih sayang, nescaya kamu akan dikasihi dan berilah keampunan nescaya kalian akan diberikan keampunan. Celakalah bagi orang yang mendengar perkataan, tetapi tidak mengamalkan dan celaka pula bagi orang yang terus menerus berbuat dosa yang mereka kerjakan, sedangkan mereka mengetahui (larangan berbuat dosa).”
Ada beberapa keadaan taubat seseorang itu diterima oleh Allah. Antaranya taubat hendaklah terbit dari lubuk hati hamba-Nya. Hati itu adalah hati yang baru, iaitu hati yang penuh dengan penyesalan di atas kesilapan dan kesalahan yang dilakukan sehingga menjadikannya benar-benar sedar dan insaf.
Taubat yang diterima Allah juga adalah taubat dalam keadaan segera sebelum roh sampai ke tenggoroknya. Hal ini seperti dijelaskan oleh Imam Ahmad yang meriwayatkan daripada Ibn Umar bahawa Nabi bersabda bermaksud: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seseorang hamba selama (rohnya) belum sampai ke tenggorok.”
Hal itu bererti apabila sudah putus harapan untuk hidup, malaikat mula datang menjemput, roh mula keluar dari tenggoroknya, dada mula terasa sesak dan mencapai tenggoroknya. Pada saat itu taubat tidak lagi diterima. Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya bermaksud: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah daripada orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang antara mereka, (barulah) dia mengatakan: Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” (Surah al-Nisa’, ayat 18)
Taubat juga tidak diterima ketika datangnya sebahagian tanda besar kiamat akan muncul. Perkara ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya bermaksud : “Pada hari datangnya sebahagian daripada tanda Tuhanmu itu (yang menjadi alamat hari kiamat), tidaklah berfaedah lagi iman seseorang yang tidak beriman sebelum itu, atau yang tidak berusaha mengerjakan kebaikan mengenai imannya.” (Surah al-Am’am, ayat 158)
Taubat juga tidak diterima oleh Allah di kalangan hamba-Nya yang mati dalam kekafiran. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah juga dalam surah an-Nisa, ayat 18 yang bermaksud: “Dan tidak pula diterima taubat orang yang mati, sedangkan mereka dalam kekafiran.”
Ibn Abbas menerangkan ayat itu diturunkan kepada pelaku amalan syirik.
Oleh itu, manusia perlu mengelak daripada berada dalam tiga keadaan di atas untuk bertaubat. Sebaik-baiknya bersegera bertaubat di atas setiap kesilapan yang dilakukan.
Sesungguhnya manusia tidak dapat lari daripada memohon taubat kepada Allah. Perkara ini kerana tiada sesiapa yang boleh mengampunkan dosa manusia, selain Allah. Firman-Nya bermaksud: “Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah.” (Surah Ali Imran, ayat 135)
Sesungguhnya Allah tidak pernah jemu memberi keampunan kepada hamba-Nya selagi mana hamba-Nya memohon keampunan kepada-Nya. Imam Ahmad meriwayatkan daripada Abu Said, daripada Nabi bersabda bermaksud: “Iblis berkata: Wahai Tuhan, dan demi kemuliaan-Mu, aku akan terus menggoda anak cucu Adam selama roh mereka masih berada di tubuh mereka. Allah pun menjawab: Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tetap akan memberi ampunan kepada mereka selama mereka segera bertaubat dan memohon ampunan kepada-Ku.”